Selasa, 28 September 2010

AKUNTANSI UNTUK BADAN HUKUM PENDIDIKAN TINGGI

BAB I
PENDAHULUAN


1. 1 LATAR BELAKANG
Makalah ini mencoba menambah khasanah pengkajian penerapan AKUNTANSI UNTUK BADAN HUKUM PENDIDIKAN TINGGI (BHPT), yang tidak hanya berguna bagi dunia pendidikan tetapi juga bagi bangsa secara keseluruhan. Akuntansi Pendidikan diharapkan dapat memberikan arti penting dalam menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dari lembaga atau organisasi pendidikan sebagaimana tercakup dalam Undang-undang Pendidikan Nasional. Sebagai penjamin akuntabilitas, Akuntansi memberikan gambaran secara menyeluruh tentang segala aktivitas serta operasi dari suatu lembaga atau organisasi pendidikan, dari sisi keuangan.

1. 2 TUJUAN PENULISAN MAKLAH
Makalah ini kami tujukan untuk memenuhi mata kuliah Akuntansi Pendidikan, yang kebutulan kami membahas Akuntansi Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT). Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengatuhan kita semua.

BAB II
PEMBAHASAN


A. AKUNTANSI UNTUK BADAN HUKUM PENDIDIKAN TINGGI (BHPT)
1. 1 RUANG LINGKUP AKUNTANSI BHPT
Terkait dengan pertimbangan Menteri Pendidikan Nasional Ikatan Akuntansi Indonesia perlu meneliti ulang kebutuhan penyusunan standar akutansi badan hukum pendidikan tinggi. Pihak-pihak yang bertanggung jawab adalah bagian keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Standar akuntansi untuk penggabungan dua atau lebih BHBT disusun atas dasar prinsip akuntansi ekonomi atau peristiwa yang lebih penting daripada formalitas legalnya (substance over form).

1. Pendanaan Pendidikan Tinggi.
Pendanaan pada perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber pemerintah, masyarakat, dan pihak luar negeri. Penggunaan dana yang berasal dari pemerintah, baik dalam bentuk anggaran rutin maupun anggaran pembangunan serta subsidi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, dana yang diperoleh dari masyarakat dapat berasal dari sumber-sumber sebagai berikut.

a) Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
b) Biaya seleksi masuk perguruan tinggi.
c) Hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan tinggi.
d) Hasil penjualan produk yang diperoleh dari hasil penyelenggaraan pendidikan tinggi.
e) Sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga pemerintah, atau lembaga non-pemerintah.
f) Penerimaan dari masyarakat lainnya.

Penerimaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari luar negeri diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha untuk meningkatkan penerimaan dana dari masyarakat didasarkan atas dasar pola prinsip tidak mencari keuntungan. Otonomi dalam bidang keuangan bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah mencakup kewenangan untuk menerima, menyimpan dan meggunakan dana yang diperoleh secara langsung dari masyarakat.
Perguruan tinggi menyelenggarakan pembukuan terpadu berdasarkan peraturan tata buku yang berlaku. Pembukuan keuangan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah akan diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan penerimaan, penyimpanan, dan penggunaan dana serta pembukaan keuangan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat, ditentukan oleh badan penyelenggaraan perguruan tinggi berdasarkan setatus perguruan tinggi bersangkutan.
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Perguruan Tinggi yang diselanggarakan oleh Pemerintah, setelah disetujui oleh senat perguruan tinggi, kemudian akan diusulkan oleh Rektor/ Ketua/ Direktur melalui Menteri Pendidikan kepada Menteri Keuangan untuk disahkan menjadi Anggaran Pendaatan dan Belanja Perguruan Tinggi.
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Perguruan Tinggi yang diselanggarakan oleh masyarakat, setelah disetujuai oleh senat perguruan tinggi, akan diusulkan oleh Rektor/ Ketua/ Direktur kepada badan penyelenggara peguruan tinggi bersangkutan untuk disahkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Perguruan Tinggi.
Pimpinan perguruan tinggi bertugas menyusun usulan struktur tariff dan tata cara pengelolaan serta pengalokasian dana yang berasal dari masyarakat setelah disetujui oleh senat perguruan tinggi, usulan tersebut kemudian diajukan oleh Rektor/ Ketua/ Direktur melalalui Menteri atau pimpinan lembaga Pemerintah lain kepada Menteri Keuangan untuk disahkan.


1. 2 ELEMEN-ELEMEN TRANSAKSI BHPT
2. 1 Elemen-elemen transaksi BHPT dalam Laporan Neraca
Berikut ini adalah akun-akun transaksi BHPT dalam neraca:

 Aset/ Aktiva
Aset/ Aktiva adalah sumberdaya yang dikuasai oleh entitas atau lembaga sebagai akibat dari peristiwa masalalu dan sumber manfaat ekonomi di masa depan yang diharapkan akan diperoleh entitas. Aktiva ini terdiri dari:

Aset/ Aktiva Lancar Aset/ Aktiva Tetap
Kas
Piutang
Cadangan Penghapusan Piutang
Piutang Wesel
Sediaan Barang Dagangan
Asuransi Dibayar Dimuka
Sewa Tempat Dibayar Di Muka Tanah
Gedung
Peralatan kantor
Perlengkapan Kantor
Lain-lain


 Utang/ Kewajiban
Kewajiban merupakan utang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesainnya akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.
Kewajiban Lancar Kewajiban Jangka Panjang
Utang
Utang biaya bunga
Utang gaji dan honorium
Utang pajak penghasilan Utank bank

 Ekuitas/ Modal
Modal adalah hak resudial atas aktiva entitas setelah dikurangi semua kewajiban.
a) Setoran modal dari Entitas
b) Saldo laba/ surplus-defisit
c) Dana cadangan.


2. 2 Elemen-elemen transaksi BHPT dalam Laporan Surplus Defisit
Berikut ini adalah akun-akun transaksi BHPT dalam Laporan Surplus Defisit.


Pendapatan Arus masuk atau peningkatan lain aktiva sebuah entitas atau pelunasan piutang (atau kombinasi dari keduanya) dari pemberian jasa, atau aktivitas lainnya yang merupakan kegiatan utama dan masih berlangsung dari entitas tersebut.
Biaya Arus kas keluar atau penggunaan lain suatu aktiva atau timbulnya utang (atau kombinasi dari keduanya) dari pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yang merupakan kegiatan utama dan masih berlangsung dari intetitas tersebut.
Surplus Kenaikan ekuitas dari transaksi-transaksi tambahan atau insidental suatu entitas dan dari semua transaksi lainnya atau kejadian serta keadaan lain yang mempengaruhi entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi oleh suati entitas (Institute pendidikan: sekolah)
Defisit Penurunan ekuitas dari transaksi-transaksi tambahan atau insidental suatu entitas dan dari semua transaksi lainnya atau kejadian serta keadaan lain yang mempengaruhi entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi oleh suatu entitas (institusi pendidikan sekolah).






2. 3 Elemen-elemen Transaksi BHPT dalam Laporan Arus Kas.
Berikut ini adalah akun-akun transaksi BHPT dalam laporan arus kas.
Arus Kas Dari Aktiva Operasi Arus Kas Masuk Dari Aktiva Operasi
Penurunan Aktiva Lancer Non Kas
Kenaikan Utang Jangka Pendek

Arus Kas Keluar Dari Aktiva Operasi
Kenaikan Aktiva Lancer Non Kas
Penuruanan Utang Jangka Pendek

Arus Kas dari Aktivitas Investasi Arus Kas Masuk Dari Aktivitas Investasi
Penurunan Investasi Jangka Panjang
Penurunan Aktiva Tetap

Arus Kas Keluar Dari Aktivitas Investasi
Kenaikan Investasi Jangaka Panjang
Kenaikan Aktiva Tetap

Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan Arus Kas Masuk dari Aktivitas Pembiayaan
Kenaikan Utang Jangka Panjang
Kenaikan Dana Ekuitas
Kenaikan Dana Cadangan

Arus Kas Keluar dari Aktivitas Pembiayaan
Penurunan Utang Jangka Panjang
Penurunan Dana Ekuitas
Penurunan Dana Cadangan






1. 3 SIKLUS AKUNTANSI DALAM BHPT
Siklus akuntansi merupakan proses akuntansi mulai dari pencatatan transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan pada akhir suatu periode. Pada dasarnya akuntansi dapat dibagi sebagai berikut:
1. Membuat atau menerima bukti pencatatan di mana biasanya sebuah entitas mempunyai form voucher (bukti pencatatan) sendiri atau bukti lain yang bisa berupa kwitansi atau yang lainnya.
2. Mencatat dalam buku jurnal.
3. Memindahkan buku jurnal ke buku besar.
4. Menyusun laporan keuangan.

Siklus akuntansi dalam BHPT dapat di kelompokkan dalam tiga tahap yaitu:

1
Tahap Pencatatan
• Kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran bukti transaksi serta bukti pencatatan.
• Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku harian atau jurnal.
• Memindahbukukan (posting) dari jurnal berdasarkan kelompok atau jenisnya ke dalam akun buku besar.

2
Tahap Pengikhtisaran
• Penyusunan neraca saldo (trial balance) berdasarkan akun-akun buku besar.
• Pembuatan ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries).
• Penyusunan kertas kerja (work sheet) atau neraca lanjut.
• Pembuatan ayat jurnal penutup (closing entries).
• Pembuatan neraca saldo setelah penutupan (post klosing trial balance).
• Pembuatan ayat jurnal pembalik (reversing entries).

3
Tahap Pelaporan
• Laporan Surplust Devisit.
• Laporan Arus Kas.
• Neraca.
• Catatan atas laporan keuangan.


BAB III
PENUTUP


1. 1 KESIMPULAN
• Pendanaan pada perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber pemerintah, masyarakat, dan pihak luar negeri.
• Pembukuan keuangan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah akan diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Kewajiban merupakan utang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesainnya akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi



1. 2 SARAN
Pendidikan berbasis masyarakat bukan berarti tanggungjawab negara untuk menjamin hak warga negara atas pendidikan menjadi tereliminasi. Negara tetap bertanggungjawab menyediakan anggaran, sarana dan prasarana agar seluruh warga negara dapat menikmati kesempatan atas pendidikan secara merata dan tanpa diskriminasi sesuai dengan konsideran huruf (c) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA


Indra Bastian SE, Akt, M.B.A, Ph.D Akuntansi Pendidikan

KEKUASAAN DAN WEWENANG

BAB I
PENDAHULUAN



1. 1 Latar Balakang
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat keputusan mempengaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu. Biasanya dibedakan antara kekuasaan yang berarti dalam kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga dapat menyebabkan orang lain tersebut bertindak dan wewenang yang berarti hak untuk memerintah orang lain.


1. 2 Tujuan Penulisan Makalah
Agar kita mengerti makna dan maksud perbedaan antara kekuasaan dan wewenang, serta bentuk-bentuk lapisan kekuasaan. Dan makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonsia (SMI).

BAB II
PEMBAHASAN


1. KEKUASAAN & WEWENANG
A. Pengantar
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan.
Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Penilaian baik atau buruk senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau buruknya harus dililhat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhu fihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan mereka yang menerima pengauruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dan wewenag (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat. Karena memerlukan pengakuan masyarakat, maka di dalam suatu masyarakat yang sudah kkompleks susunannya serta sudah mengenal pembagian kerja yang terperinci, wewenang biasanya terbatas pada hal-hal yang diliputinya, waktunya dan cara menggunakan kekusaan itu pengertian wewenang timbul pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan pembagiannya. Tetapi tidak ada masyarakatpun dalam sejarah manusia, yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan yang ada di dalam masyrakat itu menjadi wewenang. Kecuali itu tidak mungkin setiap macam kekuasaan yang ada, diragukan dalam suatu peraturan dan hal itu juga sebenarnya tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila setiap macam kekuasaan menjadi wewenang maka susunan kekkuatan masyarakat itu menjadi kaku. Karena tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam masyarakat.
Adanya wewenag hanya dapat menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acap kali terjadi bahwa letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata, tidak di satu tempat atau tidak berada di satu tangan. Di dalam masyarakat yang kecil dan yang susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang meliputi bermacam bidang. Kekuasaan itu lambat laun diidentifikasikan dengan orang yang memegannya. Contoh yang demikian itu dalam Masyarakat Indonesia terdapat pada masyarakat-masyarakat hukum adat (misalnya desa), yang terpencil letaknya di mana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi dan sosial dipercayakan kepada para msyarakat hukum adat tersebut untuk seumur hidup. Karena luasnya kekuasaan dan besarnya kepercayaan kepada para kepala masyarakt hukum adat tersebut untuk seumur hidup.
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit, di mana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, maka kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan. Karena itu terdapat perbedaan pemisahan secara teoritis dan nyata dari kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama dan seterusnya. Kekuasan yang terbagi itu nampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksankan demokrasi secara luas.
Meskipun ada penguasa pemerintah otokratis yang hendak memusatkan kekuasaan semua bidang dalam satu tangan secara mutlak, namun di dalam masyarakat yang kompleks usaha yang demikian tidak mungkin terlaksana sepenuhya. Yang mungkin adalah pemusatan sebagian. Sedang kekuasaan nyata lainnya tetap dipegang oleh golongan-golongan masyarakat yang dalam proses perkembangan masyarakat secara khusus telah malatih diri untuk memegang kekuasaan itu.
Sebagai suatu proses, baik kekuasan atau wewenang merupakan suatu pengaruh yang nyat atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut, lazimnya diadakan perbedaan sebagai berikut.

1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada komonitas dan bersifat persuasive.

2. pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi efektik karena ciri tertentu yang dimiliki oleh fihak-fihak yang berpengaruh. Pada jenis pengaruh ini, mungkin terjadi proses-proses, sebagai berkut:
1) Fihak yang berpengaruh membantu fihak yang dipengaruhi untk mencapai tujuanya, atau fihak yang berpengaruh mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya (kemungkinan dengan melancarkan ancaman-ancaman mental/fisik).
2) Fihak yang terpengaruh mmempunyai ciri-ciri tertentu, yang menyebabkan fihak lain terpengaruh olenya. Ciri-ciri tersebut adalah, antara lain sebagai berikut;

a) Kelebihan di dalam kemampuan dan pengetahuan.
b) Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman prilaku yang pantas atau periliku yang diharapkan.
c) Mempunyai kekuasaan resmi yang sah.


B. HAKIKAT KEKUASAAN DAN SUMBERNYA
Dalam setiap hubungan antara manusia maupun antara kelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang. Untuk sementara pembahasan akan dibatasi pada kekuasaan, yang diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memenuhi (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan fihak-fihak lainnya. Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah seseorang atau kelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk, dan bermacam-macam sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, di samping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubunga sosial maupun di dalam organisasi-organisasi sosial. Tetapi biasanya kekuasaan tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan “negara”. Secara formal Negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, kalau perlu dengan paksaan. Juga negaralah yang membagi-bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya. Itulah yang dinamakan kedaulatan (sovereginity). Kedaulatan biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat yang dinamakan diri the rulig class, pasti ada yang menjadi pimpinannya. Meskipun menurut hukum, dia tidak merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi. Misalnya pada Negara-negara yang berbentuk kerajaan, sering terlihat kenyataan bahwa seorang Perdana Menteri mempunyai kekuasaan yang lebih besar dari Raja dalam menjalankan kedaulatan negara. Gejala lain yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu merasa yang diprintah) mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dijalankan oleh the ruling class. Golongan yang berkuasa tidak mungkin bertahan terus tanpa didukung didukung oleh masyarakat. Karena itu golongan tersebut senantiasa berusaha untuk membenarkan kekuasaannya terhadap masyarakat, dengan maksud agar kekuasaannya dapat diterima masyarakat sebagai kekuasaan yang legal dan baik untuk masyarakat yang bersangkutan. Usaha-usaha golongan yang memegang kekuasaan seperti diterangkan Mosca, di dalam masyarakat-masyarakat yang baru saja bebas dari penjajahan dan mendapatkan kemerdekaan politik, mengalami kesulitan-kesulitan. Sebab pokok kesulitan-kesulitan tersebut terletak pada perbedaan alam fikiran antar golongan yang berkuasa (yang secara relatif maju) dan alam fikiran antara golongan yang dikuasai yang masih tradisional dan kurang luas pengetahuannya. Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan kekuasaannya dengan jalan menghubungkan dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat yang bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud dalam nilai dan norma.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap hakekat kekuasaan dapat terwujud dalalm hubungan yang simetris dan asimetris. Masing-masing hubungan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:

1. SIMETRIS

a. Hubungan persahabatan
b. Hubungan sehari-hari
c. Hubungan yang bersifat ambivalen
d. Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya. 2. ASIMETRIS

a. Popolaritas
b. PeniruanMengikuti printah
c. Tunduk pada pimpinan formal atau informal
d. Tunduk pad seorang ahli
e. Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya
f. Hubungan sehari-hari

Kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-macam faktor. Apabila sumber-sumber kekuasaan tersebut dikaitkan dengan kegunaannya, maka dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:

1. SUMBER

a. Militer, Polisi, Kriminal
b. Ekonomi
c. Politik,
d. Hukum,
e. Tradisi,
f. Idiologi,
g. Diversionery Power 2. KEGUNAAN

d) mengendalikan kekerasan.
e) Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan material, produksi.
f) Pengambilan keputusan.
g) Mempertahankan, mengubah, melancarkan interaksi
h) Sistem kepercayaan nilai-nilai
i) Pandangan hidup, intergrasi
j) Kepentingan rekreatif



C. UNSUR-UNSUR SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA
Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antar kelompok mempunyai beberapa unsur pokok yaitu:

1. Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif, karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang mempunyai rasa takut akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan orang yang ditakutinya, agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa dirinya, seandainya dia tidak patuh. Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan marched dependent behavior. Gejala tak mempunyai tujuan kongkrit bagi yang melakukannya. Rasa takut merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.

2. Rasa cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumunya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak fihak yang berkuasa, untuk menyenagkan semua fihak. Artinya ada titik-titik penemuan antara fihak-fihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging (internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang.

3. Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung anatar dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A, kalau A akan selalu bertindak dan berlaku baik. Dengan demikian maka setiap keinginan A akan selalu dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia telah menaruh kepercayaan kepada si A, maka maka dia akan berbuat hal-hal yang sesuai dengan kemauan A yang merupakan penguasa, agar A tambah mempercayai B. pada contoh tersebut, hubungan yang terjadi bersifat pribadi, akan tetapi, mungkin saja hubungan demikian akan berkembang di dalam suatu organisasi atau masayarakat secara luas. Soal kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu kekuasaan.

4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan tetapi di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang-orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.
Ke empat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara langsung tanpa perantara.

Apabila dilihat dalam masyarakat, maka kekuasaan di dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-saluran tersebut banyak sekali, akan tetapi kita hanya akan membatasi diri pada saluran-saluran sebagai berikut:

a) Saluran Militer
Apabila saluran ini yang dipergunakan, maka penguasa akan lebih banyak mempergunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer (military force) di dalam melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utama adalah untuk menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk pada kemauan penguasa atau sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai penguasa, untuk keperluan tersebut, seringkali di bentuk organisasi-organisasi atau pasukan-pasukan khusus yang bertindak sebagai dinas rahasia. Hal ini banyak dijumpai pada negara-negara totaliter.

b) Saluran Ekonomi
Dengan menggunakan saluran-saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan jalan menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut, penguasa dapat melaksanakan peraturan-perataurannya serta akan menyalurkan printah-printahnya dengan dikenakan saksi-saksi yang tertentu.

c) Saluran Politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Caranya adalah: antara lain, dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk mentaati peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh badan-badan yang berwewenang dan yang sah.

d) Saluran Tradisional
Saluran tradisional biasanya merupakan saluran yang paling disukai. Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam sesuatu masyarakat, maka pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar. Caranya adalah dengan jalan menguji tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam masyarakat, yang meresap di dalam jiwa masyarakat yang bersangkutan.

e) Saluran Idiologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat, biasanya mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang bertujuan untuk meneranagkan dan sekaligus memberi dasar pembenaran bagi kekuasaan pelaksanaannya. Hal itu dilakukan agar kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang. Setiap penguasa akan berusaha untuk dapat menerangkan idiologinya tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga institutionalized dan bahkan internalized dalam diri warga masyarakat.

f) Saluran-Saluran Lainnya
Salauran-saluran lain di samping yang telah disebutkan di atas, ada pula yang dapat dipergunakan penguasa, misalnya alat-alat komonikasi masa surat kabar, radio, televisi dan lain-lainnya. Kecuali ia dapat pula dipergunakan saluran rekreasi yang biasa digunakan masyarakat mengisi waktu senggangnya, seperti sandiwara rakyat. Kemajuan yang sangat besar di bidang teknologi alat-alat alat-alat komunikasi masa, menyebabkan bahwa saluran tersebut pada akhir-akhir ini mendapatkan tempat yang penting bagi saluran pelaksanaan kekuasaan yang dipegang oleh seorang penguasa.
Apabila dimensi kekuasaan ditelaah, maka ada kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
2) Kekuasaan yang sah dengan kekerasan
3) Kekuasaan yang sah tanpa kekerasan.
4) Kekuasaan tidak sah dengan kekerasan.
5) Kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.
Secara visual gambarnya sebagai berikut:
SAH



Dengan Tanpa
Kekerasan Kekerasan

jhfgfTirani tindakan intimidasi,
Desas desus


Tidak sah
D. CARA-CARA MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN.
Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui saluran-saluran sebagaimana diterangkan di atas, memerlukan serangkain cara atau usaha-usaha untuk mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang kekuasaan di dalam masyarakat, demi setabilnya masyarakat tersebut, akan berusaha untuk mempertahankannya, cara-cara atau usaha-usaha yang dapat dilakkan antara lain:

2) Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa. Peraturan-peraturan tersebut akan digantikan dengan peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa. Keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa kepada penguasa lain (yang baru).

3) Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belif-system) yang akan dapat memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya. Sistem kepercayaan ini meliputi agama, idiologi dan seterusnya.

4) Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.

5) Mengadakan konsolidasi horizontal dan verikal.

Pada penguasa biasanya mempunyai keahlian di bidang-bidang tertentu, misalnya bidang politik, ekonomi, militer dan selamjutnya. Kekuasan yang dipegang seorang ahli politik, hanya mencakup bidang politik saja. Keadaan semacam demikian, yaitu apabila penguasa hanya menguasai bidang-bidang kehidupan yang khusus, menyebabkan bahwa dia lebih mudah digulingkan. Oleh sebab itu penguasa seharusnya dapat pula menguasai bidang-bidang lain, di samping keahlian khususnya. Apabila dia sendiri tidak sanggup, maka dia harus berusaha mendekati fihak-fihak lain yang ahli dan berusaha mengajak mereka membentuk the ruling class tersendiri. Melihat hal-hal tersebut, akan terlihat sesuatu kecendrungan bahwa kekuasaan yang bersifat komulatif, artinya bertumpuk atau berkumpul dalam satu tangan atau sekelompok orang, merupakan hal yang wajar dalam berbagaimasyarakat. Apabila dalam salah satu bidang kehidupan terdapat orang kuat yang berkuasa, maka timbul suatu pusat kekuasaan (power centre). Sudah tentu akan tiimbul pusat-pusat kekuasaan lain yang mungkin merupakan oposisi. Dengan demikian, penguasa mempunyai beberapa cara untuk memperkuat kedudukannya (yang khusus), antara lain:

a) Dengan menguasai kehidupan bidang-bidang tertentu. Cara ini pada umumnya dilakukan dengan damai atau persuasive.

b) Dengan jalan menguasai bidang-bidang kehidupoan masyarakat dengan paksa atau kekerasan. Maksud dan tujuannya adalah untuk menghancurkan atau menguasai pusat-pusat kekuasan dibidang lainnya. Biasanya cara-cara demikian tak akan dapat bertahan lama, karena pada suatu saat akan timbul reaksi yang akan menghancurkan kekuasaan yang telah ada itu. Cara-cara yang sebagaimana diuraikan di atas, tidaklah bersifat limitatif. Tetapi biasanya, itulah cara-cara yang lazim digunakan dan dikenal.


E. BEBERAPA BENTUK LAPISAN KEKUASAAN
Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini beraneka macam dengan masing-masing polanya. Biasanya ada satu pola yang berlaku umum pada setiap mayarakat. Betapapun perubahan-perubahan yang dialami masyarakat itu (yang akan menelorakan suatu pola baru). Namun pola tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama, yang berlaku sebelumnya. Kiranya dapat dikatakan bahwa bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat-istiadat dan pola-pola perilakunya. Mungkin dalam keadaan-keadaan krisis, batas-batasnya mengalami perubahan sedikit, pada umumya garis tegas antara yang berkuasa dan yang dikuasai selalau ada.gejala demikian menimbulkan lapisan kekuasaan atau pyramida kekuasaa, yang didasarkan pada rasa kekhawatiran masyarakat akan terjadinya disintegrasi, bila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. Karena integarasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial dan dijalankan oleh penguasa, maka masyarakat mengakuai adanya lapisan kekuasaan tersebut. Walaupun kadang-kadang kenyataanya demikian merupakan beban. Perlu pula ditambahkan bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata berarti banyak orang tunduk di bawah penguasa. Menrut Mac Lver ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu:

1. Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tgas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpi pada masyarakat berkasta, di mana hampir-hampir tak terjadi gerak social vertical. Garis pemisah antara masing –masing lapisan hampir tak mungkin ditembus. Gambaran dari tipe ini dapat dilihat pada halaman 305. Pada puncak piramida di ats, duduk penguasa tertinggi (misalnya maharaja, raja dan sebaginya) dengan lingkungannya, yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara dan, para pendeta. Lapisan kedua terdiri dari para petani dan buruh tani yang kemudian diikuti denga lapiasan terendah dalam masyarakt yang terdiri dari para budak.

Raja (penguasa)
Bangsawan
Orang-orang yg bekerja di pemerintahan
Pegawai rendahan & seterusnya.
Tukang atau pelayan
Petani, buruh tani
Budak-buruh

*) gambar ini dikutip dari The Web of Government, hlaman 100

2. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas social ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada para warga untu memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe yang pertama adalah, walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan pad kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Disetiap lapisan juga masih dijumpai lapisan-lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan yan lain tidak begitu mencolok. Gambaran tipe yang kedua tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Raja (penguasa)
Bangsawan dari macam-macam tingkatan
Peg. Tinggi (sipil dan militer)
Orang-orang kaya, penguasa dan
lain-launnya.
Pengacara
Tukang dan penjaga
Petani buruh tani dan
Budak
*) gambar ini dikutip dari The Web of Government, hlaman 102.

Kelas menengah lazimya mempunyai warga yang paling banyak: kaum industri, perdagangan dan keuangan memegang peranan penting. Ada bermacam-macam cara dimana warga dari lapisan bawah naik tingkat lapisan dan juga ada kesempatan bagi warga lapisan menengah untuk menjadi penguasa. Tipe semacam di atas dijumpai pada masyarakat feudal yang telah berkembang. Variasi tipe kedua tersebut di atas dijumpai pada negara-negara yang didasarkan pada aliran fasisime dan juga pada negara-negara totaliter (seperti misalnya Soviet, Rusia). Bedanya adalah bahwa kekuasaan yang sebenarnya, berada di tangan partai politik yang mempunyai kekuasaan menentukan.

3. Tipe yang ketiga (tipe demokratis) menunujukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang siftnya mobil sekali. Kelahiran tidak menentuka sese orang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga factor keberuntungan. Yang terakhir ini terbukti dari anggota-angota paratai politik, yang dalam suatu masyarakat demokratis dapat mencapai kedudukan-kedudukan tertentu melalui partai. Gambaran tipe ketiga tersebut di atas adalah sebagai berikut:


pemimpin-pemimpin politik
Pemimpin-pemimpin partai, orang-orang kaya,
pemimpin-pemimpin organisasi besar
.
Pejabat-pejabat administrative, kelas-
kelas atas dasar keahlian “leasure class”

Ahli-ahli teknik, petani-petani,
pedagang-pedagang.


pekerjaan-pekerjaan
rendahan dan petani-
rendahan


*) gambar ini dikutip dari The Web of Government, hlaman 104.

Gambaran pola peramida kekuasaan di atas merupakan tipe-tipe ideal atau tipe idam-idaman. Di dalam kenyataan dan perwujudannya tidak jarang mengalami penyimpangan-penyimpangan, terutama disebabkan pada setiap masyarakat selalu mengalami perubahan-perubahan sosila dan kebudayaan. Setiapn perubahan sosial dan kebudayaan memerlukan perubahan pula dalam pola-pola piramida kekuasaan, agar kebutuhan-kebutuhan masyarakat terpenuhi sesuai dengan perkembangan yang dialami.
Adapun stratifikasi kekuasaan tersebut senantiasa ada dasar-dasarnya, sehingga dapat berproses. Gambarannya dilukiskan di halaman 308 (dalam kerangka perbandingan antara masyarakat pra industrial, industrial dan puma industsrial).


F. WEWENANG
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, maka wewenang juga dapat dijumpai dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu tangan. Dengan wewenag dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentanga.


PRA-INDUSTRIAL INDUSTRIAL PURNA INDUSTRIAL
1. Sumber Tanah Industri/pabrik Pengetahuan
2. Pusat sosial Pertanian, perkebunan Business, perusahaan Universitas, pusat penelitian.
3. Tokoh dominan Pemilik tanah, kalangan milite. Kalangan busines Ilmuwan, peneliti.
4. Sarana berkuasa Penguasa kekuatan Pengaruh tak langsung terhadap politik Keseimbangan kekuatan plitik, ilmiah, hak asasi.
5. Basis kelas Harta, kekutan militer. Harga, organisasi, politik, ketrampilan teknis Ketrampilan teknis, organisasi, politik.
6. Cara Kewarisan, konviskasi Kewarisan, magang, pendidikan Pendidikan, mobilisasi.


Dengan lain perkataan, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, maka kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Menurut kenyataannya wewenag tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenag terletak pada arah serta tujuanya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai beikut:

1. Wewenang Kharismatis, Tradisional dan Rasional (Legal)
Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional dan rasional (legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam membicarakan ke tiga bentuk wewenang tadi Max Weber memperhatikan sifat dasar wewenag tersebut, karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut.
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang tersebut karena anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan kemampuan manusia umumya.
Wewenag kharismatik tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang tradisional maupun rasional. Sifatnya adalah cenderung irasional. Adakalanya kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Perubahan-perubahan mana seringkali tak dapat diikuti oleh orang yang mempunyai wewenang kharismatis tadi, sehingga dia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Wewenang tradisional dapat dipantau oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang trsebut dimililiki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masarakat. Demikian lamanya golongan tersebut memegang tampuk kekuasaan, masyarakat percaya dan mengakui kekuasaannya. Ciri-ciri utama wewenang tradisional adalah;

a) Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang-orang lainnya dalam masyarakat.

b) Adanya wewenang yang lebuh tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi.

c) Selama tak ada pertentantangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secara bebas.

Pada masyarakat di mana penguasa mempunyai wewenang tradisional, tidak ada pembatasan yang tegas anatara wewenang dengan kemampuan-kemampuan pribadi seseorang. Dalam hal ini sering kali hubungan kekeluargaan memegang peranan penting di dalam pelaksanaan wewenag. Dengan demikian, wewenang yang menyandarkan diri pada tradisi, harus juga menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kemasyarakatan.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum di sini difahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh negara.
Didalam masyarakat yang demikratis sesuai dengan sistem hukumnya, maka orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Apabila ke tiga bentuk wewenag tersebut ditelaah lebih mendalkam, akan terlihat bahwa ke tiga-tiganya dapat dijumpai di dalam masyarakat walau mungkin hanya salah satu bentuk saja yang menonjol. Di dalam masyarakat yang hidup tenang dan stabil, umumnya wewenang tradisional yang legal amat mengedepan. Dengan meluasnya sisitem demokrasi, maka wewenang tradisional yang diwujudkan dengan kekuasaan turun-temurun, kelihatannya semakin berkurang. Barangsiapa pernah mengalami revolosi fisik Indonesia pada tahun 1945, akan mengetahui betapa besar daya tarik para pemimpin masyarakat yang memiliki kharisma di dalam mengarahkan masyarakat pada waktu itu.
Max Weber mengemukakan pendapat bahwa ada kecenderungan dari wewenang kharismatis (yang berkurang kekuatannya bila keadaan masyarakat berubah) untuk dijadikan kekuasaan tetap dengan mengabdikan kepentingan serta cita-cita para pengikut pemimpin kharismatis tadi ke dalam kehidupa bersama kelompok, dan kepentingan untuk mempererat hubungan satu dengan lainnya. Masalah akan timbul bila yang memiliki kharisma sudah tak ada lagi. Dalam hal ini ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi maslah tersebut, yaitu antara lain;

a) Menurut seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau kriteria wewenang kharismatis sebagaimana ditentukan oleh masyarakat.

b) Dengan mengadakan penyaringan atau seleksi.

c) Seseorang yang mempunyai wewenang kharismatis, menunjuk penggantinya serta mengakui kekuasaannya, di mana juga masyarakat luas mengakuinya.

d) Penunjukkan oleh pembantu-pembantu penguas terdahulu yang dipercayai oleh masyarakat.

e) Menciptakan suatu sistem kepercayaan, bahwa charisma apat diwariskan kepada keturunan atau seseorang yang masih ada hubungan keluarga dengan orang yang mempunyai kharisma tersebut,

f) Menciptakan sitem kepercayaan, bahwa dengan upacara-upacara tradisional tertentu, kharisma dapat dialihkan kepada orang lain.

Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan wewenang yang tetap, tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian. Bagi penganut wewenang kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk melupakan kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat pada diri dan pribadinya. Akan tetapi hal ini bukanlah merupakan penghalang besar terutama pada masyarakat moderen, karena masyarakat umumnya rasional dan menghendaki suatu landasan hukum yang kuat pada wewenang yang berlaku di dalam masyarakat. Kesulitan-kesulitan mungkin akan dijumpai pada masyarakat-masyarakat bersahaja yang masih memelihara sistem kepercayaan.

2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi
Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk kelompok. Dalam kehidupan kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah tentang derajat resmi suatu wewenang yang berlaku didalamnya. Sering kali wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat sepontan, situasional dan didasarkan pada factor saling mengenal. Wewenang demikian tidk diterapokan secara sistematis. Keadaan semacam ini dapat dijumpai, misalnya, pada ciri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah tangga atau pada diriseorang guru yang sedang mengajar di meja kelkas. Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi yang sifatnya situasional, dan sangat ditentukan oleh kepribadian para fihak.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyakknya anggota, biasanya hak serta anggota, kedudukan serta peranan, siapa-sipa yang menetapkan kebijaksanaan dan siapa yang melaksanakannya, dan seterusnya di tetapkan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi. Contohnya dapat dilihat pada seseorang sekertaris direktur. Ia punya wewenang tidak resmi yang besar. Demikian dapat di dalam suatu lembaga pemasyarakatan yang mempunyai wewenang resmi. Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok kecil mungkin saja ada usaha-usaha untuk menjadikan wewenang tidak resmi menjadi resmi, karena terlalu seringnya terjadi pertikaian antar anggota.

3. Wewenang Pribadi dan Teritorial
Pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok social tertentu. Kelompok-kelompok tersebut mungkin timbul karena factor ikatan darah, atau nungkin karena faktor ikatan tempat tinggal atau karena gabunga ke dua factor tersebut. Di Indonesia dikenal kelompok-kelompok atas ikatan darah, misalnya marga, belah, dan seterusnya. Sebaliknya dikenal pula nama desa, yang lebih didasarkan pada faktor territorial.
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara angota-angota kelompok, dan disini unsure kebersamaan sangt memegang peranan. Para individu dianggap banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari titik satu pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap mempunyai kekuasaan penuh di wilayah masing-masing. Apabila bentuk wewenang ini dihubungkan dengan ajaran Max Waber, maka wewenang pribadi lebih didasarkan pada tradisi dari pada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan pada kharismatis seseorang. Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok territorial unsure kebersamaan cenderung berkurang, karena didasarkan factor-faktor individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan diakui dalam kerangka kepentingan bersama. Pada wewenang territorial ada kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung dengan para warga kelompok. Walaupun di sini dikemukakan antara perbedaan wewenang peribadi dan teritorial, namun di dalam kenyataannya ke dua bentuk wewenang tadi dapat saja hidup berdampingan. Pada desa-desa di Jawa misalnya, wewenang teritorial lebiih berperan, di samping ada kecenderungan-kecenderungan untuk mengakui wewenang dari golongan pemilik tanah (kulit kenceng) dan sifatnya turun-temurun dan didasarkan pada ikatan atau hubungan darah. Akan tetapi sebaliknya ada pula kenyataan-kenyataan yang mebuktikan bahwa terdapat wewenang-wenang pribadi dan teritorial yang murni sifatnya.

4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh.
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah perbedaaan antara wewenang terbatas denagan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tenatang wewenang terbatas, maka maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sector atau bidang kehidupan. Akan tetapi akan terbatas pada salah satu sector atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama negarag dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan tindakan pidana. Namun jaksa tidak berwewenang mengadilinya. Contoh lain adalah seorang menteri Dalam Negeri, tidak mempunyai wewenang mencampuri urusan-urusan yang menjadi wewenanang menteri Luar Negeri. Wewenang seperti ini sebaenarnya lazim, terutama dalam masyarakat yang sudah rumit susunan dan organisasinya. Namun demikian, wewenang yang menyeluruh juga suati ciri suatu negara.
Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh adalah, misalnya, bahwa setiap negara mempunyain wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Jadi, apakah suatu wewenang bersifat terbatas atau menyeluruh, tergantung pada sudut penglihatan pada fihak-fihak yang ingin menyorotinya. Adalah suatu kenyataan pula bahwa ke dua bentuk wewenang tadi dapat berproses secara berdampingan, di mana pada situasi-situasi tertentu salah satu bentuk lebih berperan dari pada bentuk lainnya.

BAB III
PENUTUP





1. 1 KESIMPULAN SEMENTARA
Kepemimpinan entrepreneur yang berbeda akan berperan sebagai pimpinan sesuai dengan jabatannya yang memberikan arah persfektif, posisi masa depan dan kinerja yang sejalan dengan kapasitas untuk menterjemahkan kedalam kegiatan yang akan dilakukan oleh orang lain. Jadi keuksesan akan bergantung kepada kemampuan mempengaruhi orang lain.
Dengan pemikiran diatas bagaimana mendapatkan kekuasaan dengan memberikan caranya berarti usaha dalam membangun kebiasaan yang produktif kedalam kekuatan karekter dari kepemimpinan yang memiliki kekuasaan dan wewenang.


1. 2 SARAN
Jalan menuju kesuksesan dalam menjalankan peran bergantung dari kekuatan sikap dalam menemukan keseimbangan fungsi kekuasaan (power) dan wewenang (authority) dalam usaha yang efektif menjalankan prinsip-prinsip dalam melaksanakan model priramid kekuasaan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Selo Soemardjan da Soemardi: Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Eonomi Universitas Indonesia.
Bierens de Haan, Grondslagen der Sameniaveng, Sosiologisce Probleman in overganstijd, derde herziene druk. H.D. Tieenk Willink & Zoon N.V Haarlem.
____William W. Lembert dan Wallace E. Lambert: Sociale Psychologie.